Tadi malam Kasih badannya panas. Suhu tubuhnya hampir 38°C.
Bundanya langsung panik. Apalagi aku, ayahnya.
Sekarang yang namanya penyakit menyerang tanpa tanda-tanda. Sedikit panas bisa berarti blood fever, avian flu, atau tifus.
"Ke Dokter ya, Sayang?" bujukku.
Ia menggeleng. Airmatanya mulai berlinang.
Kami semakin panik. Kasih bukanlah anak yang gampang menangis meskipun sedang sakit.
Akhir setelah dibujuk-bujuk dengan susah payah, ia bersedia minum obat penurun panas.
Episode kedua adalah membujuknya untuk makan.
Ini tak mau, itu tak sudi. Akhirnya aku melempar pertanyaan terakhir:
"Kasih mau makan apa, Sayang? Mau bubur ayam dekat Putroe Phang? Atau Sop Sumsum Kutaraja?"
Dengan suara lirih ia memilih bubur ayam. Alhamdulillah!
Terburu-buru aku berangkat. Syukurlah yang jualan bubur ayam masih ada.
Aku bergegas pulang dengan dua bungkus bubur ayam dalam genggaman. Melihatnya mau makan, meskipun tak habis, hatiku agak tenang.
Kasih tertidur tak lama kemudian.
Bunda Kasih bercerita kepadaku:
"Tau kenapa Kasih tadi nangis?"
"Dia nangis karena melihat kita panik. Waktu Sayang (kami masih memanggil masing-masing dengan 'Sayang') beli bubur ayam, dia minta kita jangan panik karena akan membuat ia sedih.
Waktu Bunda bilang kita panik karena anak satu-satunya sakit, dia tetap ngotot kita jangan panik. Dia hanya panas sedikit, bukan kenapa-kenapa....."
Aku tak tau mau ketawa atau nangis. Orang tua khawatir karena anaknya sakit, anaknya sedih karena orangtuanya kuatir......
Sabtu, Mei 03, 2008
Kasih Panas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar