Kasih menulis cerpen lagi. Aku hanya memperbaiki beberapa kesalahan kata dan tanda baca (ayahkasih)
Hai, selamat pagi mentari yang sedari tadi masih enggan untuk
memberi cahaya pada sebagian permukaan bumi. Kau harus tahu, bahwa kau sangat
di butuhkan di bumi ini. Jadi, ayo bangun dan sinarilah sebagian bumi yang
sedari tadi menunggu sinarmu. Beritahu merekah bahwa hari sudah mulai siang.
Aku menunggu seperti biasa,
menunggu jemputanku di stasiun bus. Pagi
ini dingin sekali. Aku lupa membawa jaketku.
Di jalan tampak kendaraan bermesin sudah mulai melakukan
aktifitasnya. Tapi sedari 15 menit yang lalu, mataku masih belum menangkap
bayangan benda besar berwarna oranye dan juga aku belum mendengar suara kernet
yang berteriak dari dalam benda besar berwarna oranye tersebut.
Ring..ring..ring…! Suara nyaring handphoneku terdengar dari
dalam tas. Tanpa menunggu lama aku langsung merogoh kedalam tasku mencoba
mencari sumber dari bunyi nyaring tersebut.
“Hallo..?”
“Cecil, kamu dimana? Sebentar lagi acara donor darah lho! Kita harus siap-siap untuk
acara itu. Kami semua membutuhkan bantuanmu.”
“Maafkan aku. Tapi angkutan umumnya dari tadi belum kelihatan, sabar dong Lia.”
Ketika aku lagi berdebat dan diomeli Lia, ada seseorang yang menyentuh
pundakku.
“Hei Cil, ayo aku antar saja.”
Ternyata itu Andrew teman kampusku. Aku hanya bisa kaget melihat
Andrew berdiri dan menawarkan tumpangan padaku. Aku langsung mengangguk dan
mengatakan pada Lia bahwa aku akan diantar Andrew menuju kampus.
Selama dalam perjalanan aku dan Andrew bercerita tentang acara
donor darah yang kami buat di kampus. Aku dan Andrew termasuk panitia untuk
acara itu.
“Bagaimana kamu bisa bertemu denganku di halte bus tadi?”
“Aku melihatmu mengomel sambil menelepon, dan kamu tampak sangat
mencolok dari jauh karena suaramu yang super besar itu.”
Astaga! Detik itu juga mukaku berubah seperti udang rebus yang sedang dimasukkan kedalam panci berisi air panas. Bahkan aku tidak sadar jika suaraku bisa sampai menggelegar seperti badai.
“Ok, kita sampai.”
Andrew memarkirkan mobilnya dekat dengan lokasi acara donor
darah di halaman kampus kami. Ketika aku turun dari mobil, Lia langsung datang
menghampiriku dan menceritakan bahwa donor darah akan segera dimulai. Aku pergi
meninggalkan Andrew dan langsung berlari kedalam tenda bersama Lia.
“Cecilia?”
“Cecilia?”
“Iya, saya sendiri.”
Ketua panitia memanggilku, ia mengatakan bahwa aku akan menjadi
orang kepercayaannya. Dan tugas berat telah menungguku 2 hari ini.
Donor darah hari pertama berjalan sangat lancar, kampusku dipenuhi oleh pendonor darah. Tiba-tiba pada saat aku ingin pulang, handphoneku berbunyi. Aku melihat layar handphoneku dan mendapati tulisan “Ketua Panitia”
Donor darah hari pertama berjalan sangat lancar, kampusku dipenuhi oleh pendonor darah. Tiba-tiba pada saat aku ingin pulang, handphoneku berbunyi. Aku melihat layar handphoneku dan mendapati tulisan “Ketua Panitia”
Untuk apa ketua menelponku? Bukannya ia telah menyuruhku pulang?
Atau mungkin saja ada hal yang sangat penting yang ingin disampaikan.
“Hallo ketua, ada apa menelpon?”
“Cecilia ada keadaan darurat! Saya mendapat telepon dari panitia
di kampus bahwa seseorang kekurangan trombosit dan memerlukan jenis darah tipe
A+. Saya tidak tahu harus mencari darah jenis itu dimana. Saya harap kamu bisa
mencari secepatnya, Cecil. Saya percayakan padamu.”
Astaga, darah A+? Apa aku tidak salah dengar?
“Baik ketua, akan saya usahakan”
Detik itu juga rasanya nyawaku tidak ada didalam tubuhku, seakan
pergi entah kemana. Darah A+ itu adalah darah yang sangat langka. Bagaimana aku
bisa dengan mudah menemukannya? Apa yang harus aku lakukan? Cobaan berat apa
ini?
Setelah diberi kepercayaan yang begitu berat. Aku memutuskan
untuk pulang ke rumah. Aku bertanya pada semua keluargaku bagaimana aku bisa
mendapatkan darah berjenis A+ itu. Mereka semua menjawab bahwa golongan darah
A+ itu sangat langka dan hanya dapat ditemukan pada orang tertentu. Contohnya
seperti orang kulit putih.
Setelah mengetahui hal itu, seketika seluruh tubuhku lemas hingga aku terduduk di lantai rumah. Keluargaku hanya bisa
pasrah.
Ya Allah aku membutuhkan darah berjenis A+ itu, tolong bantu aku
menemukannya Ya Allah. Aku hanya bisa berdoa dan memohon diberi petunjuk dan
kemudahan. Aku tidak ingin acara donor darah ini tidak berhasil hanya karena
aku tidak bisa mendapatkan darah A+ yang langka itu.
Handphoneku berdering lagi, kali ini yang meneleponku adalah Andrew.
Handphoneku berdering lagi, kali ini yang meneleponku adalah Andrew.
“Ada apa?” tanyaku ketus
“Aku dengar ketua menyuruhmu mencari darah A+ yang sangat susah
di dapatkan itu?”
“Iya memang seperti itu, terus kamu menelfonku hanya mau
menanyakan hal seperti itu?”
“Tidak Cecilia Nuradila Kresna, aku hanya ingin membantumu”
“Jangan panggil aku dengan nama panjangku, kamu membuatku
kehilangan moodku hari ini”
Aku mendengar Andrew tertawa di seberang sana, sungguh
menyebalkan sekali.
“Lalu apa yang akan kamu lakukan agar kamu bisa membantuku?”
“Gampang saja, aku hanya perlu memintamu untuk ikut pergi ke
Singapore bersamaku”
Seketika aku berhenti bernafas dan aku tercekik.
“APA!? Heh Andraz Wenaldy, apa kamu fikir aku akan sudi pergi
denganmu ke Singapore? Aku memiliki kesibukan yang jauh lebih penting yang
harus aku selesaikan dari pada aku harus pergi bersamamu.”
“Haha, ayolah Cecil! Tega sekali kamu mengatakan itu padaku. Aku
mau membantumu mencari golongan darah A+ itu. Golongan darah itu kebetulan sama
dengan jenis golongan darah temanku yang berada di Singapore. Nah, sekarang
apakah kamu bersedia ikut pergi denganku ke Singapore?”
Andrew lagi-lagi membuat mukaku kembali seperti udang rebus.
Bahkan kali ini lebih merah dari pagi hari tadi.
Aku sudah membentaknya, menolak ajakannya, menuduh niat baiknya
untuk menolongku. Dan sekarang aku harus kembali membuat malu diriku dengan
mengiyakan ajakannya untuk pergi bersamanya ke Singapore.
“Maafkan aku Andrew”
“Tidak jadi masalah bagiku. Aku akan memesan tiket untuk siang
ini. Aku harap kamu bersiap-siap jangan lupa membawa kantong darah dan alat
injeksinya.”
“Baiklah, terima kasih Andrew”
“Aku akan menjemputmu 1 jam lagi di rumahmu, kita akan ke
bandara bersama-sama”
Aku hanya bisa menuruti semua perkataan Andrew, bagaimanapun
juga ia telah membantuku sampai sejauh ini. Bahkan semua biaya kepergianku ke
Singapore dia yang tanggung. Aku hanya perlu membawa diriku. Tapi aku sekarang bisa bernafas dengan sangat lega karena
mendapat bantuan dari Andrew.
1 jam kemudian Andrew menjemputku di rumah sesuai dengan
janjinya.
Aku dan Andrew langsung menuju bandara. Aku sudah menyiapkan
segala keperluan untuk pengambilan darah di sana nanti. Aku tidak membawa koper
melainkan hanya membawa tas tanganku dan FreezerBox untuk pengambilan darah.
Sampailah aku dan Andrew di Bandara Soekarno Hatta. Andrew
langsung memarkirkan mobilnya di tempat yang tidak jauh dari terminal
keberangkatan kami. Andrew langsung menyelempangkan FreezerBox di bahunya dan
mengeluarkan tiket untuk kami berdua. Setelah berhasil sampai di ruang tunggu.
“Cil, kamu kamu punya makanan apa didalam tas tanganmu?”
“Aku punya roti selai, kamu mau?”
“Ya.”
Aku menyodorkan roti selai itu kepada Andrew, bisa di lihat ia
belum makan siang sepertinya. Andrew kelihatan sangat kelaparan, tapi aku pikir
roti selai itu cukup untuk mengganjal perutnya yang lagi kelaparan itu.
“Memangnya kamu dari tadi siang melakukan apa saja sih, kok
sampai lupa makan siang segala?”
“Aku sibuk mengurus pekerjaan di kampus dan juga acara donor
darah itu.”
Pantas saja Andrew tidak sempat makan siang, pekerjaan kampus
yang ia hadapi lebih berat dari pekerjaan kampusku.
Beberapa menit setelah Andrew menghabiskan roti selai yang aku
beri tadi, ia duduk terlelap di sebelahku. Handphone Andrew berbunyi, aku fikir
mungkin telpon masuk jadi aku mencoba mengambil handphonenya dari saku
kemejanya.
Ternyata itu bukan panggilan telpon melainkan SMS masuk.
To : Andraz Wenaldy
From : Raymond
“Andrew, I’m waiting for you. Come fast. Karena Daniel tidak bisa terlalu lama menunggumu, dia masih punya banyak pekerjaan yang harus dia urus.”
Ternyata itu bukan panggilan telpon melainkan SMS masuk.
To : Andraz Wenaldy
From : Raymond
“Andrew, I’m waiting for you. Come fast. Karena Daniel tidak bisa terlalu lama menunggumu, dia masih punya banyak pekerjaan yang harus dia urus.”
Aku tak menyangka ia sampai menyuruh temannya mencarikan orang
yang mempunyai golongan darah A+.
Tiba-tiba pengumuman akan boarding mengagetkanku dan aku
langsung menaruh handphone Andrew ke saku kemejanya lagi. Andrew terbangun
kaget dan menanyakan padaku bahwa berapa lama ia sempat tertidur. Aku bangkit dari tempat duduk dan
mengatakan ia hanya tertidur 15 menit lamanya.
Setelah melewati belalai gajah dan memasuki pesawat, aku
langsung duduk di ujung dekat jendela, sementara Andrew duduk di tengah. Selama
perjalanan menuju Singapore, Andrew tertidur cukup pulas dan aku hanya membaca
ebook lewat Tab-ku. Perjalanan yang sungguh melelahkan.
Akhirnya kami sampai di bandara Changi Singapore, Andrew segera
membawaku ketempat pendonor darah itu.
“Hei kamu belum makan, ayo kita makan dulu.”
“Sudahlah Cil, soal makan itu gampang. Yang lebih penting itu
adalah kita bisa mendapatkan darah A+ itu.”
Tanpa menghiraukan aku, Andrew menarik lenganku dan memaksaku
untuk cepat-cepat menaiki taksi.
Saat itu taksi dengan cepatnya membelah jalan Negara Singapore. Masih subuh rupanya, aku hanya bisa menatap jalan yang sangat sepi di Negara ini. Indah!
Saat itu taksi dengan cepatnya membelah jalan Negara Singapore. Masih subuh rupanya, aku hanya bisa menatap jalan yang sangat sepi di Negara ini. Indah!
“Andrew! Hai apa kabar?” sapa seorang pria paruh baya, aku tidak
tahu itu siapa. Tapi ia menghampiri Andrew dengan ekspresi yang sangat senang.
Seakan pria paruh baya itu sudah lama sekali tidak melihat Andrew.
“Ray, perkenalkan ini Cecilia Nuradila Kresna.”
“Halo saya Cecil.”
“Ya, saya Raymond.”
Oh, jadi Ray ini adalah Raymond yang mengirim SMS pada saat kami
sedang di bandara tadi.
“Mari aku antarkan pada Daniel, dia sudah menunggu kalian,” ajak
Ray
Sejujurnya, ternyata orang-orang kantoran di Singapore masih
bekerja pada waktu subuh seperti ini. Aku bahkan tidak mengetahuinya meski
sering berkunjung ke Negara Singa ini.
“Halo Daniel, so glad to meet you here,” sapa Andrew
ketika kami memasuki ruang kerja yang begitu besar dan mewah.
“Hei bro, how are you? Long time no see” Daniel terlihat sangat
antusias menyambut Andrew.
“Meet my friend, Cecilia Nuradila Kresna”
“Cecilia,” sambil menyodorkan tanganku kepada Daniel
“Hallo, I’m Daniel nice to meet you Cecil”
Setelah perkenalah dan pertemuannya selesai, Andrew menyuruhku
menyiapkan alat untuk pengambilan darah. Aku langsung mengikat lengan Daniel
dan mengusapkan alkohol pada bagian yang akan aku tusukkan dengan jarum. Aku
menusukkan jarum di lengan Daniel, sementara Daniel masih asyik mengobrol
dengan Andrew dan Raymond. Percakapan lelaki. Akhirnya aku bisa mendapatkan
darah A+ ini Ya Allah, terima kasih banyak.
Hari yang melelahkan bagiku, kami akan pulang ke Jakarta nanti
siang. Jadi aku dan Andrew tidur di ruang kerja Daniel. Karena ruang kerja itu
sangat besar, rupanya Daniel punya sofa yang seketika bisa di jadikan tempat
tidur. Aku tidur di situ dan Andrew bersama Daniel dan Raymond lenyap entah
kemana. Aku tidak terlalu memikirkan mereka bertiga, sekarang yang aku fikirkan
adalah aku ingin mengistirahatkan tubuhku ini. Hari yang sangat melelahkan.
Kalau di lihat-lihat aku bisa tidur untuk 4 jam ke depan. Setelah sempat
terlelap, Andrew membangunkanku. Ia mengajakku sarapan bersama Daniel dan Ray.
Aku tidak semangat sarapan bersama mereka. Aku terlalu lelah dan aku kehilangan
nafsu makanku.
Raymond mencoba mencarikanku vitamin agar badanku fit lagi.
Terima kasih kepada Ray, tubuhku membaik bahkan jauh lebih segar dari
sebelumnya. Ray dan Daniel mengantar aku dan Andrew ke bandara, dan aku
mengucapkan terima kasih sebanyak banyaknya kepada mereka.
Sekarang aku harus cepat-cepat pulang ke Jakarta untuk menyerahkan darah ini kepada orang yang membutuhkan.
Sekarang aku harus cepat-cepat pulang ke Jakarta untuk menyerahkan darah ini kepada orang yang membutuhkan.
Aku masih dengan senangnya melihat FreezerBox yang menggantung
di bahuku.
“Andrew, terima kasih untuk semuanya. Jika tidak ada kamu, aku
tidak tau harus bagaimana”
“Ya Cecil, aku hanya membantu. Lagipula aku juga panitia jadi
aku wajib membantu dan bertanggung jawab.”
Iya betul, aku tidak tahu bagaimana jadinya jika kamu tidak
membantuku Andrew.
Akhirnya kami menginjakkan kaki dan kembali ke Jakarta. Andrew
dan aku langsung menuju ke mobil yang sedari kemarin masih terparkir rapi di
tempat parkiran bandara. Ia langsung mengeluarkan mobilnya dari tempat parkir
di bandara dan langsung menuju kampus dengan cepatnya.
“Astaga aku lupa mengabarkan ketua, dan sekarang handphoneku
mati kehabisan batrai.”
“Sabar, kita akan segera sampai”
Ketika sampai di kampus, aku
langsung mencari ketua dan menyerahkan FreezerBox yang berisi golongan darah
berjenis A+ yang langka itu kepada ketua.
“Terima kasih banyak Cecilia Nuradila Kresna, saya tidak salah
memilih kamu untuk menjadi orang kepercayaan saya. Terima kasih juga Andrew
sudah membantu Cecil”
Kami hanya bisa bahagia dan merasa senang mendapat pujian dari
ketua. Akhirnya darah itu di antarkan langsung ke rumah sakit tempat seseorang
yang membutuhkan golongan darah itu. Aku dan Andrew berhasil menyelamatkan
nyawa seseorang, betapa bahagianya meski banyak sekali rintangan yang aku dan
Andrew lalui bersama. Tapi hasilnya sebanding dengan kerja keras kami.
Satu Tetes Darah, Selamatkan
Jiwa.