Jumat, Desember 20, 2013

Cerpen Kasih


Cerpen tanpa judul ini ditulis Kasih lebih dari setahun silam. Perempuan yang dipanggil dengan sebutan Mama olehnya beberapa hari yang lalu resmi bukan istriku lagi. Dan Kasih sendiri setamat SMP, pindah menyusul bundanya.

Baru sekarang dimuat, bukan karena aku ingin menyembunyikan fakta. Toh, saat ini aku telah terbukti gagal menjadi seorang ayah. (Aku tak pernah merasa gagal sebagai suami. Ketika ego yang dikedepankan, sia-sia bicara tentang benar-salah). Kuharapkan kesalahanku bisa kutebus. Kuharapkan maaf dari anakku yang menjadi korban keegoisan orang-orang dewasa, yang seharusnya melindungi dan menyayanginya.
Baru sekarang dimuat, karena pada saat itu masih berupaya mengendapkan gelisah yang mengharu-biru, serta harapan akan adanya titik cerah. Ternyata memang jalan cerita kehidupan bukanlah hasil skenario manusia.

Mudah-mudahan, isi blog ini selanjutnya dapat kuisi dengan kisah-kisah ceria tentang Kasih. Kisah kasih sayang seorang ayah, yang menyesali bahwa kejamnya dunia harus dirasakan putrinya dalam usia yang masih remaja.

Konflik :
  • BRR bubar
  • Tak boleh ikut bunda dinas
  • Bunda bertemu laki-laki
  • Menjalin hubungan
  • Pertengkaran bunda dan nenek
  • Bunda tersinggung perkataan nenek
  • Bunda minta cerai kepada ayah
  • Aku menangis
  • Bunda pindah ke kost-kostan cewe
  • Ayah tidak memaafkan bunda
  • Perceraian sah!
  • Ingin memaki pengadilan tapi tak mampu
  • Bunda menikah lagi
  • Bunda pindah ke Ternate bersama suami barunya
  • Jarakku dengan bunda sangatlah jauh
  • Tak ada lagi belaian dan perhatian bunda
  • Bajuku berlepotan es cream
  • Es creamku jatuh
  • Ayah mau nikah lagi
  • Aku tidak setuju
  • Aku menangis
  • Ayah membujuk, dan akupun setuju
  • Tak ada yang memikirkan perasaanku
  • Ulang tahun tanpa bunda
  • Kakiku terasa kaku
  • Terharu melihat ayah bersama pengganti bunda



Ayah memberitahukan bunda bahwa BRR bubar. Otomatis ayah tidak bekerja lagi di BRR.
Bundapun marah-marah kepada ayah karena gaji ayah mulai sedikit. Karena hali inipun bunda tiba-tiba di tugaskan ke Jakarta oleh Dinas dan memintaku agar tidak ikut dengannya.
Aku mendengar kabar bahwa bunda bertemu seorang laki-laki di sana, dan menjalin hubungan. Entah hubungan apa yang mereka jalin itu.
Ayah dan aku tahu akan hal itu, karena sesaat sebelum bunda pergi bunda berkata bahwa akan menjumpai seorang laki-laki di sana. Ayah tidak pernah marah akan hal itu, karena bunda telah berkata jujur padanya. Tapi menurutku itu tak pantas dilakukan!
Hari itupun bunda pulang dari Jakarta, aku dan ayah menjemputnya dengan taksi di bandara SIM. Aku menyambutnya dengan pelukan dan senyum yang sangat lebar, karena aku sangat merindukannya.
Setelah itupun pertengkaran bunda dan nenek di mulai!
Pada saat itu, TK YKA mengadakan foto perkelas. Pada saat kelas bunda mendapat gilirannya, nenek berkata bahwa pakaian anak perempuannya sangat pendek dengan menggunakan celana panjang ketat. Bunda langsung tersinggung, karena anak kelas bunda akan tamat TK dan masuk SD. Jadi, wajar saja kalau baju mereka sangat pendek. Nenek tidak terima dengan keluhan bunda tersebut. Akhirnya merekapun bertengkar!
Sesampai di rumah bunda menceritakan semua yang terjadi tadi kepada ayah. Tiba-tiba bunda minta cerai!
Aku yang berada di dalam kamar mendengar pembicaraan mereka. Bunda menangis. Akupun ikut menangis.
Selama perceraian di pengadilan berlangsung, bunda tidur di kamar bersamaku. Banyak hal yang kami ceritakan pada saat itu. Sedih, duka, senang, canda dan tawapun kami habiskan berdua.
Setelah 5 hari, bunda pindah ke kost-kostan cewe. Pamit denganku dan ayah. Bunda mencium tangan ayah, tiba-tiba ayah berkata bahwa dia tidak akan memaafkan bunda. Bundapun menangis dan berkata tidak apa-apa.
Pada saat perceraian, ayah menyewa pengacara untuk mempertahankanku. Sejujurnya aku lebih memilih ikut bersama ayah, karena aku tahu bunda akan menikah lagi dan aku juga masih ingin di Banda Aceh dengan sahabat-sahabat seperjuanganku.
Perceraian sah!
Akhirnya hak asuhpun jatuh ke tangan ayah. Aku, ayah dan bunda menangis. Bunda minta maaf padaku sambil memelukku. Aku terdiam membisu.

apakah aku akan mendapatkan kebahagiaan?
apakah aku akan melihatnya lagi?
apakah aku akan di kenang?

Ingin rasanya memaki pengadilan!
Sepanjang jalan pulang, aku bergumam tak jelas tentang rasa ingin memaki pengadilan itu. Tentu saja, anak mana sih yang ingin melihat kedua orang tuanya bercerai?
Aku terus berkata bahwa pengadilan bodoh, bego, sudah tidak tahu masalah main ceraiin saja!


Tanpa terasapun bunda mengabariku bahwa pernikahannya akan diadakan di Malang. Sebuah undangan perkawinan aku terima di sini. Bunda menginginkan kehadiranku. Tapi ayah melarangku pergi ke sana. Bundapun pindah ke Ternate bersama suami barunya. Sejujurnya, jangkauanku dan bunda sangatlah jauh. Sama-sama di ujung Indonesia.
Aku terdiam di kamar, merasakan kesepian yang amat dalam. Tanpa belaian dan kasih sayang seorang bunda yang amatku cinta.
Tanpa terasapun, tiba-tiba aku telah menulis sebuah coretan yang indah tapi sangatlah rapuh. Coretan ini aku tuang dalam sebuah kertas, coretan inipun berasal dari lubuk hatiku yang paling dalam.

    Bagiku tak ada yang lebih menyenangkan selain berdiam diri melamunkan sesuatu di tempat yang tenang. Hanya untuk menenangkan jiwa yang letih. Hatiku takkan lama lagi akan lumpuh dan hancur. Begitu berat cinta yang kualami. Pahit maupun manisnya, terasa sudah. Semua itu tidak akan pernah kembali normal. Itu adalah suatu hal yang mustahil.
    Ya Allah, aku hanya ingin mereka bahagia. Aku tak mau egois mementingkan diri sendiri. Tapi aku memohon satu hal. Tolong kuatkan aku dalam menghadapi semua ini. Beri aku kekuatan, petunjuk dan ketegaran hati yang ikhlas. Mungkin dengan ini dapat membahagiakan mereka. Aku yakin, masalah sebesar apapun dapat teratasi.

Aku pergi ke toko untuk membeli es cream favoritku. Karena ayah tidak ada di rumah, aku membelinya sendiri dengan berjalan kaki. Pada saat sampai di rumah, aku langsung memakan es cream tadi tanpa memperdulikan bahwa bajuku sudah berlepotan dengan es cream berwarna rainbow itu.
Setelah aku memakan ujung es cream itu, di sticknya tertulis “Beruntung”. Tiba-tiba ayah mengajakku bicara. Sejujurnya aku tak memperdulikannya bicara, aku asyik dengan es creamku sendiri.
Tiba-tiba aku mendengar ayah mengatakan calon istri.
Tersadar aku bahwa ayah telah memiliki calon istri. Es creamku jatuh!


Aku kaget dengan kata-kata yang cuma dua kata itu tapi sungguh menyakitkan maknanya. Aku menangis tersedu-sedu mendengar kabar yang sangat menyiksa itu. Aku tak menyetujui pernikahannya dengan pacar barunya. Tapi apa daya, ayah membujukku dengan kata-kata yang menyentuh hatiku. Ayah berkata, “apakah Kasih tak ingin melihat ayah bahagia lagi? Ayah sudah tua nak. Apakah Kasih nggak mau melihat ayah bahagia sekali ini saja?”
Aku yang mendengar ucapannya itu, entah dari mana tiba-tiba saja aku menyetujuinya untuk menikah lagi. Hati ini membabi buta, sakitnya bukan main yang kurasa!
Ayah, apakah ayah juga memikirkan perasaanku di sini?

Dalam waktu 3 tahun belakangan ini, hidupku hancur sudah!
Apa yang telah ku perbuat sampai semuanya hancur seperti ini?
Apakah aku tidak di inginkan?

Pertanyaan dan terus-terusan saja pertanyaan yang ada di kepalaku ini. Aku menginginkan 1001 jawaban lebih sekarang!

Aku dan ayah bersiap-siap berangkat ke Padang, hari itu adalah hari ulang tahunku. Ayah berencana merayakannya di sana bersama keluarga baru di Padang.
Sesampaiku di bandara Minangkabau, mama dan abang menjemputku dan ayah. Kamipun langsung melaju ke Pizza Hut. Rupanya mama sudah menyiapkan blackforest berselimut cream di luarnya. Umm, enaknya bukan main.
Akhirnya acara makan-makanpun selesai.

Kau tahu, bagiku ulang tahun tanpa kedua orang tuaku itu seperti perayaan kematianku?
Ulang tahun tanpa doa dari kedua orang tua, seperti hidup tanpa arah
Amanat-amanat mereka itu yang mendorongku untuk maju

Mama membawaku untuk tidur di rumahnya. Aku tidur bersamanya di kamarnya. Dengan kasur ukuran King.Keesokan paginya, mulailah kesibukan persiapan pernikahan. Mulai dari rancangan baju, dekorasi, dan lain-lain. Setelah itupun aku mencoba mencarikan kado untuk kedua sahabatku yaitu Ayu dan Ghufrani. Juga beberapa oleh-oleh lainnya. Setelah sibuk mencari-cari, kakiku mulai terasa kaku. Selama perjalanan, aku hanya duduk diam di mobil sambil makan cemilan yang mama belikan tadi.
Setelah semuanya beres, aku dan ayah pindah ke hotel tempat dimana pesta pernikahan dilaksanakan.
Pernikahan ayah dan mama berlangsung dengan lancar karena izin dari-Nya. Aku merasakan kebahagiaan mereka, meski hati ini menentang.
Aku pulang lebih awal, dan ayah pulang 5 hari setelahku.
Semenjak mama tinggal di Banda Aceh, aku mulai gemukan. Karena di rumah sudah ada yang masak. Aku selalu minta pada mama untuk di masakin ini dan itu. Aku juga selalu membantu mama, walaupun kadang kala aku menghabiskan waktu di kamar, dan tak pernah keluar kamar.
Tapi sebaik-baiknya mama, tetap lebih baik bunda 1001 kali. Karena bagaimanapun lebih merasa nyaman dengan bunda kandung.

Bunda, aku kangen. Aku pingin makan masakan bunda lagi. Aku pingin tidur sama bunda lagi. Habiskan waktu bersama bunda.

Aku pikir bunda tak ada gantinya di mata ayah, tapi rupanya aku salah. Ayah mendapat pengganti dirinya.
Apa karena sebuah alasan, atau terpaksa, atau malah untuk melupakan bunda?
Begitu juga pemikiranku dengan bunda.
Apa bunda sudah tidak cinta lagi dengan ayah, atau ada orang ketiga?
.  .  .