Selasa, Agustus 23, 2011

Orangtua Macam Apa?

Suatu hari, guru Bahasa Indonesia Kasih melontarkan pertanyaan:

"Siapa saja yang pacaran di kelas?"

Beberapa anak, termasuk Kasih, tunjuk tangan.

Ibu guru melanjutkan dengan pengumuman:

"Tidak boleh ada yang pacaran. Kalau masih pacaran, ibu akan panggil orangtua kalian!"

Sepulang sekolah, Kasih bercerita padaku.

Aku bertanya:

"Apa Kasih pacaran DI DALAM kelas?"
"Nggak..."

"Apa kalau pacaran DI LUAR kelas dilarang?"
"Kaya'nya iya..."

"Jadi pacaran BUKAN dengan teman satu kelas boleh?"
"Kaya'nya nggak juga..."

Anakku gantian bertanya:

"Ayah melarang Kasih pacaran, nggak?"
"Kalau bukan di sekolah, dan Kasih mentaati peraturan tentang pacaran yang Ayah bilang, Ayah nggak melarang..."

Peraturan pacaran yang aku buat tak perlu dijabarkan di sini, tapi yang jelas aku terapkan rambu-rambu sosial dan moral kepadanya, dan aku percaya anakku akan mentaatinya.

Beberapa hari kemudian, Kasih kembali bercerita padaku. Ia ditanya guru tersebut, apakah masih pacaran.

"Apa jawab Kasih?"
"Kasih jawab ya"

"Terus apa kata guru Kasih?"
"Kenapa masih pacaran?"

"Apa jawab Kasih?"
"Ayah saya TIDAK melarang saya pacaran kok, bu..."

"Terus apa kata guru Kasih?"
"Orang tua macam apa!"

Tawaku meledak. Plong rasanya.

Baiklah. Akan aku jelaskan (kalau ada yang bertanya-tanya).

Satu hal yang aku minta dari Kasih adalah JANGAN BERBOHONG. Mungkin aku akan marah kalau ia melakukan kesalahan, mungkin juga tidak. Tergantung kesalahan apa yang dilakukan.

Tapi aku PASTI marah BESAR kalau ketahuan ia berbohong.

Ia tau aku marah karena ia salah, bukan karena tidak sayang atau 'marah karena sayang'...
Melarang anak tanpa alasan kuat hanya membuat anak meragukan integritas kita, bahkan mungkin membuat anak menjadi tertutup atau suka berahasia kepada orangtuanya.

Meski tidak melarangnya pacaran, bukan berarti aku menyuruh! Tapi kalau ia memang menyukai seseorang dan kemudian 'berpacaran', ada hal-hal yang TIDAK BOLEH dilakukan, misalnya: pacaran di sekolah karena akan mengganggu konsentrasi belajar, tidak boleh 'begini-begitu' karena selain melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, yang jika dilanggar akan berujung pada konsekuensi yang serius, juga dilarang dalam agama (Ini enaknya tinggal di daerah yang melaksanakan syariat Islam, he he he). Selain itu, kalau pacaran prestasi harus tambah bagus. Malu kan sama pacar kalau nilainya jelek?

Aku bangga karena Kasih menjawab pertanyaan gurunya dengan jujur. Inilah yang membuatku lega.

"Ayah kalau dipanggil bu guru ke sekolah, gimana?"
"Ya Ayah pasti datang, nak!"

"Ayah bilang apa?"
"Ayah jawab aja memang Ayah nggak melarang Kasih pacaran...."

Aku pasti datang kalau dipanggil. Aku memang ingin ketemu dengan gurunya.

Perlu diketahui, guru tersebut seorang ibu yang baik dan sukses. Semua anaknya bersekolah di beberapa Perguruan Tinggi terkemuka di Indonesia, dan bahkan ada yang menyelesaikan jenjang S2 serta semuanya mempunyai kedudukan terhormat (yang paling kecil masih kuliah).

Sebagai single parent, aku adalah Ayah dan Ibu sekaligus. Aku masih belajar dan akan terus belajar bagaimana menjadi orangtua yang baik. Aku menerima masukan apa saja, meskipun belum tentu semuanya aku terapkan. Akan ada filtering, analisis, renungan, diskusi, bahkan perdebatan.

Hanya doaku untuk Kasih slalu, semoga dengan bimbingan Yang Maha Membimbing dan Maha Mengetahui, ia dapat melayari lautan kehidupan sebagai pribadi yang utuh. Amin.