Senin, Juni 09, 2008

Kasih Sang Penata Rambut

Banyak yang mengira bahwa Kasih manja karena ia anak tunggal.

Memang, tapi hanya kadang-kadang. Faktanya adalah: Kasih sangat mandiri. Ia juga ringan tangan suka membantu orang lain.

Kalau nasi dalam magicom habis, biasanya Kasih memasak nasi sendiri. Kalau ia lapar dan Bundanya tidak ada di rumah sementara lauk juga tak ada, ia akan menggoreng sosis atau chicken nugget sendiri. Aku hanya bisa mengingatkannya agar tidak pernah lupa mematikan kompor gas dengan benar.

Seperti kemarin saat kami sedang pindah rumah, ia juga membantu (yang sebetulnya malah merepotkan) mengangkat-angkat lemari dan springbed. Dan seperti yang aku ceritakan dalam Dru. Kadijja, ia juga sering mencabut uban Bundanya (Sorry, Pie. uban Vita masih one-two. Rugi kalau dicat -ayahkasih). Dan kerap memijit Ayah atau Bunda kalau kelihatan capek.

Yang paling hebat, rambutku yang nyukur Kasih! Itu permintaannya sendiri.

Ceritanya, aku paling malas kalau harus menunggu. Termasuk menunggu giliran di barbershop. Yang sering terjadi adalah aku membayar penuh + tip hanya untuk dicukur model calon tamtama. Menunggunya dua jam, tetapi pelaksanaan hanya sepuluh menit. Dan jarang aku sempat bermewah-mewah cukur jenggot sampai klimis -apalagi plus pijat urut-, karena waktuku yang sempit.

Akhirnya kuputuskan untuk membeli hair clipper listrik merk Wahl buatan USA.

"Biar istriku bisa memotong rambutku kapan saja dengan alat ini," pikirku saat membeli barang tersebut.

Begitulah, aku hampir tak pernah ke barbershop lagi setelah punya alat sendiri, kecuali saat istri dan anakku keluar kota dalam waktu lama.

Beberapa bulan yang lalu, Kasih meminta agar ia saja yang memotong rambutku. Setelah berunding sejenak, aku dan istriku memutuskan untuk memberinya kesempatan.Dan hasil akhirnya ternyata tidak jelek (memang pilihan model rambut untuk ayahnya tinggal satu karena terlanjur mirip kapten Jean-Luc Picard, ha ha ha)

Sejak saat itu, Kasih resmi menjadi penata rambut pribadi Ayah Kasih.

Sabtu, Juni 07, 2008

Insyaallah, Kalau Tuhan Mengijinkan...

Ujian kenaikan kelas Kasih. Tinggal dua mata pelajaran lagi akan diuji pada hari Senin.

Setiap hari selama masa ujian sepulang dari sekolah selalu aku atau bundanya menanyakan pertanyaan yang sama:

"Bagaimana ujiannya, Sayang?"

Jawaban anakku umumnya berupa kalimat standar:

1. Gampang
2. Lumayan
3. Susah

Tapi kadang-kadang jawabannya:

"Insyaallah, kalau Tuhan mengijinkan di atas LIMA..."

Rabu, Juni 04, 2008

Get Out!

Pernahkah kamu tanpa sadar menggumamkan sebuah lagu terus menerus, karena lagu itu selalu terngiang di telingamu?

Aku sering. Begitu juga Kasih. Bahkan terkadang tanpa sengaja kami menggumamkan lagu yang sama berbarengan. Tentu saja setelah itu kami tergelak bersama.

Saking seringnya mengulang suatu lagu, akhirnya kita jadi bosan dan ingin melupakan lagu tersebut. Tapi yang kerap terjadi adalah tetap saja lagu itu keluar sendiri dari mulut tanpa kita sadari.

Kasih punya solusi untuk itu, yang ditirunya dari salah satu adegan 'Chicken Little'.

Kalau ia sudah bosan dengan satu lagu, pada saat tanpa sengaja berdendang ia akan memukul-mukul kepala (pelan saja), sambil berkata:

"Get out! Get out! Get out!"

Libur Nonton TV

Selama Kasih ujian, aku minta ia supaya tidak menonton teve. Untuk mendukungnya aku sendiri juga ikut puasa menikmati tayangan televisi. Jadi boleh dikatakan mulai dari lama Senin sampai tadi malam televisi menjadi barang mati di rumahku. Ujian kenaikan kelas Kasih akan berakhir hari Senin depan, 10 Juni.

Tadi malam rupanya Bunda Kasih sudah tidak tahan. Setelah Kasih tidur, sekitar pukul setengah sebelas malam ia menghidupkan teve (aku sendiri keluar rumah setelah menemaninya belajar sampai ia tertidur jam sepuluh).

Rupanya Kasih sempat terjaga.

"Bunda kok nonton tv?" protesnya setengah terjaga.

"Lho, Bunda kan nggak ikut ujian...."

"Tapi Kasih kok dilarang?"

"Kasih ujian"

"Kalau gitu Kasih nonton juga, ya?"

"Daripada nonton, belajar IPS aja!" kata Bunda Kasih sambil menyodorkan buku pelajaran.

"Ah...., Kasih ngantuk, bobok lagi...." ia langsung terlelap kembali.

Ketika istriku menceritakan kejadian tersebut, aku menegurnya dengan cara halus. Sebagai orangtua, kita harus mendukung penuh dengan ikut merasakan apa yang ia alami.

"Suntuk juga nggak bisa nonton tv," keluh istriku. Tapi aku menghiburnya bahwa tanpa menonton tv, melihat anakku tidur nyenyak sudah merupakan hiburan yang paling berharga.

P.S. Qitink nanyain hasil ujian Kasih. Meskipun belum ada, tapi aku merasa tidak akan terlalu bagus, walau juga tidak akan terlalu jelek.....

Senin, Juni 02, 2008

Dru. Kadijja

Kami akan pindah rumah dalam waktu dekat. Pindahnya jauuuuuh, sebelah rumah lama, ha ha ha.

Rumah baru lebih luas daripada rumah yang saat ini kami tempati, tapi tetap saja dibawah 40 meter persegi.

Berhubung saat ini aku sedang keranjingan memotret, maka pada saat anak dan istriku sedang terlelap, aku yang pengidap insomnia kronis mulai menjeprat-jepret kamera digital-ku. Hampir semua benda yang tampak kuabadikan. Hasilnya bisa dilihat dalam album every little thing.

Sampai akhirnya aku menemukan secarik kertas berukuran separuh lebar telapak tangan yang ditempel dengan cellotype di pintu kamar, bertuliskan:


Dru. Kadijja
Dokter Uban

Ha ha ha....

Rupanya peran anak tunggal sudah menjadi beban buat anakku.

Oke, aku jelaskan terlebih dahulu supaya kamu tidak bingung.

Kadijja adalah namanya. Panggilannya yang KASIH.
Karena anak satu-satunya, hampir semua permintaannya kami (aku dan Bunda Kasih) turuti. Tapi peran anak tunggal juga ada kerugiannya: 'pekerjaan anak' harus ia kerjakan sendirian. Seperti jika aku pulang kerja dengan badan pegal, maka tugasnya adalah menginjak-nginjak punggungku. Atau kalau bundanya merasa ada uban yang nongol, pasti Kasih yang disuruh nyabutin.

Mungkin ada saat-saat dia merasa kesal dan bosan disuruh melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Akhirnya dia menuliskan uneg-unegnya dengan cara yang unik tadi, dengan mengangkat dirinya sebagai DOKTER UBAN!